Wednesday, March 10, 2010

Wanita Itu Dan Hidupnya

- by Desyc -



Juni, 2006

Secangkir kopi panas mengepul menemani soreku disana. Aku terpekur ditempatku duduk, di sebuah sofa usang berwarna kecoklatan, yang juga telah memudar warnanya. Tidak ada kehangatan. Tidak pula cuaca yang bersahabat atau senja yang indah menjelang petang. Bahkan hujan rintik-rintik kokoh menghantam bumi sedari siang. Dan langit kelabu itu...masih terlihat begitu muramnya. Setidaknya itu menjadi panorama khusus bagi dirinya. Wanita itu…

Hampir dua jam ia duduk di ujung ruangan, menatap ke luar jendela dengan pandangan gelap dan sendu… Entah meresapi cuaca yang terasa lembab, merenungi rintikan hujan dan aktivitas sedikit orang yang lalu lalang di luar, atau juga menatap kosong langit yang semuram wajahnya. Yang jelas aku menemaninya disana dengan durasi waktu yang hampir sama. Hanya saja… aku menatapnya dari jauh... aku menatapnya dalam diamku.

Wanita itu benar-benar istimewa. Ia seperti patung ukiran atau juga lukisan mahakarya. Tubuhnya tidak terlampau tinggi namun dengan bentuk elegan yang sesuai. Kulitnya putih terang dan indah hingga terlihat seolah transparan. Rambutnya yang ombak dan berwarna kecoklatan berkilau menjuntai melewati punggungnya… Dan wajahnya, terlihat bagaikan malaikat surgawi, meski sorot matanya memancarkan kepahitan mendalam, yang entah karena apa... Yang jelas, bagiku, cantik dan elegan hanya merupakan kata-kata klise untuk menggambarkannya. Ia indah… Wanita itu sempurna.

Kini kaca yang dipandang wanita itu sudah sangat berembun. Dan lagi-lagi ia mengusapnya lembut dengan jentik jari telunjuknya. Mengukir goresan-goresan aneh dan tidak terfokus disana. Aku berharap membaca tulisan-tulisan berarti, tetapi aku malah beralih menatap jari manisnya yang dilingkari cincin berlian manis dan anggun. Wanita itu sudah menikah, pikirku mendadak, atau setidaknya dugaan kesekianku tentang dirinya. Dengan usia yang terlihat sekitar 30 tahunan, wanita itu memang semestinya sudah menikah. Toh gerak-geriknya juga terlihat keibuan dan dewasa, sekalipun penampilannya menunjukkan sisi modernisasi.

Seakan teringat sesuatu, mendadak wanita itu berpaling ke arah pergelangan tangan kirinya, menatap arloji mungil mewah di sana dengan kegusaran yang angun. Dan dengan gerakan perlahan ia beralih menatap jalanan di luar, seolah menanti sebuah sosok muncul dari ujung jalanan yang becek. Yang menarik, sorot mata kelamnya malah kemudian terlihat lega ketika ia tidak menemui sosok familiar siapapun disana. Ia seolah menghela nafas dan dalam waktu singkat kembali terlihat menekuni jendela berembunnya.

Aku meraih cangkirku dan menyeruput kopi pahitku yang sudah terasa tidak lagi panas akibat cuaca yang sangat dingin di sana. Wanita itu terlihat menarik dengan wajah letihnya... Gerakannya yang cenderung perlahan menunjukkan bahwa ia nyaris tidak berminat terhadap apapun saat itu. Mungkin juga tidak berminat pada hidupnya. entahlah... Namun aku tak lepas mengamatinya, bagai terhisap magnet sendu yang terpancar dari dirinya.

Kembali aku tenggelam dalam dugaan-dugaan tentang dirinya. Ia menunggu seseorang tapi berharap orang itu tidak datang? Aku tersenyum dengan ide yang tiba-tiba terlintas dalam benakku, mungkinkah ia ingin menunda sesuatu dari rencana pertemuannya saat ini? Rasa penasaran segera menggelitik otak kecilku. Seakan merasa diriku Hercule Poirot atau Sherlock Holmes, aku mencoba melakukan penyelidikan psikologis melalui tindak-tanduk wanita itu. Akupun berasumsi, ia mungkin akan menemui kerabat dekatnya yang kini sedang terlibat hubungan tidak nyaman dengan dirinya, atau seseorang yang membuatnya tenggelam dalam perasaan bersalah.

Affairkah?

Aku semakin menikmati berbagai pertanyaan yang kujawab sendiri. Dan aku mulai merasa terobsesi untuk lebih mengetahui lebih banyak tentang wanita itu.



……bersambung……

No comments:

Post a Comment