Tuesday, November 22, 2011

Sekumpulan Orang Bodoh

Berikut adalah sekumpulan cerita fiksi. Ingat, FIKSI. SIlahkan menikmati. :)




Di suatu ruangan tertutup berukuran 10x10, empat orang pria berkerah putih berusia paruh baya tengah duduk dalam posisi melingkar. Di tangan masing-masing terdapat sebatang rokok yang sudah setengah terhisap. Hampir dalam setiap gerakan tiga diantara mereka serentak. Si bos berbicara, ketiga lainnya mengepul asap rokok. Giliran salah satu dari ketiga yang mirip cecurut berbicara, si bos menghisap rokok dalam-dalam dan dua lainnya saling menyokong satu cecurut yang asyik bercerita kepada si bos.

Si bos angkat tangan dengan gaya bak ditaktor, dan membuka mulut ketika ketiga cecurut mulai hening. "Bilang ke si...aduh, siapa namanya itu saya lupa..yang pernah ngurus Bandung dan Malang itu. Bilang, jangan berani dia nantang kita kalau masih kasih makan anak-istrinya. Mau mati dia? Kalau dia gak segera merapat ke kita, nanti daftar hitam-nya kita sebar aja ke wartawan, iya nggak?"

Tiga cecurut tertawa. Satu yang baru mengepul asap rokok dengan postur tubuh membungkuk menimpali. "Bos, dia itu tinggal tunggu waktu itu bos. Biar aja dia sekarang panas punggungnya. Tahulah dia itu kalau kita lagi ngedip-ngedip ke dia. Yang jadi masalah kan mereka di timur bos!"

Si bos mengangkat alis mengejek namun masih berbicara dengan intonasi rendah. "Ah, kau sibuk kali dengan si siapa-siapa itu dari timur. Susah rupanya kau tambah isi amplop mereka? Bilang aja itu upeti dari aku. Mana berani mereka nolak?!"

Cecurut kedua yang berkaca mata mencari celah berbicara. "Bos, bagaimana dengan kas? Kita sudah terlalu banyak menghabiskan dana dengan 'jamuan', gaji sebagian anak-anak kita belum terbayar. Gawat kalau wartawan mencium keadaan ini. Kita pakai bantuan parpol?"

Si bos tertawa terkekeh hingga terbatuk sendiri menelan asap rokok yang masih hinggap di mulutnya. "Kau ini masih kaku sekali! Ambil aja itu yang dari sponsor dan penonton. Kalau masih kurang, seret aja yang nakal-nakal di lapangan kesini. Kasih denda mereka biar ada dana kita untuk lempar-lempar amplop itu nanti di acara pesta besar."

"Benar bos! Justru yang jadi masalah sekarang sistem kita yang belum dapat tanda tangan bos yang di negara sebelah. Jawab apa kita ke masyarakat?" tanya cecurut ketiga kepada si bos.

"Bah! Tak bisa kau main tiki-taka rupanya yah?! Hepeng mangatur nagaraon! Kau atur lah itu! Suruh si adik juga segera pikirkan apa saja yang bisa diurus secepatnya! Yang penting jalan otak kita di mata masyarakat! Nanti kau gelar itu konpers, kan ada satu dua yang bisa kau belai-belai itu untuk bantu kita?!"

Ketiga cecurut memilih manggut-manggut dan ikut tertawa seolah memberi respons positif kepada si bos. Lalu sekitar 20 menit setelahnya dan ketika asbak di meja bundar telah penuh berisi puntung rokok mereka, si bos keluar disambut sang ajudan, lalu menaiki mobil mewahnya. Semengara tiga cecurut mengikuti di belakang, angkat kaki menuju mobil masing-masing dan segera sibuk dengan aktivitas ponsel-nya.

Setelah bepisah,cecurut 1 menelpon pihak timur dan meminta 50 persen jatah upeti yang telah dinaikkan si bos. Cecurut 2 menelpon istrinya yang tengah memilih rumah baru dan mulai mencari cara menggelapkan dana sponsor. Cecurut 3 asyik menelpon pesaing politik si bos dan melaporkan segalanya untuk siap kudeta. Sementara si bos bertemu perwakilan parpol A untuk berbicara soal strategi pemilu.


============================

Sementara di sebuah ruang ganti lusuh dan juga nyaris berlumut, dua orang sahabat baik duduk bersama setelah menjalani aktivitas penuh keringat. Si Yoyo duduk di bangku reyok sambil berusaha memakai kembali kaos kaki yang baru dilepasnya sebelum sholat. Sementara si Anto tengah mengenakan kembali gelang hitam di tangan kirinya yang baru dilepas setelah mandi.

"Bini ama pacar gue sama-sama ngamuk nih minta jatah. Gawat gue! Udah tiga bulan gaji gak turun-turun juga! Kacau nih manajemen. Emang kita bisa makan rumput?! Gimana anak gue?!" ujar si Anto dengan nada tinggi.

Yoyo tetap khusyuk dengan kaos kaki bolongnya. "Sama, to! Bini gue juga nagih uang sekolah anak-anak gue. Lah, gue cedera aja belon bisa terapi karena belon ada duit! Pusing nih gue!"

Anto memandang Yoyo seolah itu permasalahan menjengkelkan tetapi sudah menjadi tradisi bagi mereka berdua. "Gini terus gue jadi susah 'jajan' nih kalo bini gue lagi gak ada. Kacau. Mana mau pindah tempat takut fans kita ngehajar gue di jalan!"

Keduanya kemudian menghela nafas dan tenggelam dalam keheningan. Setelah selesai mengganti baju, keduanya lalu keluar ruangan itu dan berpisah. Anto menaiki mobil ratusan juta rupiah miliknya. Namun sebelum melewati Yoyo, ia menurunkan jendela mobil dan berbicara kepada Yoyo, "Minggu ini gue males. Gini mulu gue pura-pura masalah lutut aja lah!"

Sementara Yoyo di motor sederhana-nya merenung. Lalu menatap amplop tebal di dalam tas-nya. Ia teringat amanat yang disampaikan pihak yang menyerahkan amplop, "minggu nanti jangan menang, saya sudah pasang tinggi. Nanti saya tambah jatah kamu kalau kamu bersedia buat tim kamu kalah dari tim saya." Lalu Yoyo melesat dengan mata nanar mengingat keluarganya yang tengah membutuhkan uang.

==========================

Di sebuah warteg sederhana berkumpul sejumlah orang dengan penampilan sedikit dekil namun memiliki satu-dua atribut dengan warna yang sama. Mereka asyik mengumpat pahlawan-pahlawan mereka yang baru saja kalah. Sambil menikmati makanan di depan mereka, mereka menyemburkan makian kebun binatang di sana tanpa sikap sungkan kepada si mbah pemilik warteg. Sementara di sudut, anak berusia 9 tahun dengan kepala plontos menyemburkan asap rokok murahan dan berbicara dengan suara keras terhadap temannya yang sedang asyik makan.

"Kalah udah biasa! Mereka mental tempe! Anjing semua! Saking keselnya, gue lempar aja tadi tribun bawah dengan botol air kencing gue! Biar tau rasa semua tuh orang-orang seberang!" ujarnya dengan bangga.

Yang lain tertawa mendengar si anak yang sedang merokok. "Gue tadi saking kesalnya hampir lempar batu tuh wasit ama tadi anak seberang yang teriak pas mereka menang. Pengen gue buat berdarah-darah! Setan!" timpal anak yang sedang makan nasi dan mendoan.

Seorang anak lainnya yang kira-kira 5 tahun lebih tua tak kalah garang. "Kepret emang semua tuh! Gue udah selalu dukung tapi gak ada hasil! Besok kita demo aja pengurus! Apapun itu mereka yang salah!"

"Kita demo pake substansi apa?" tanya seorang lainnya yang mengenakan kacamata dan pakaian lebih bersih.

"Halah, teriak aja maki-maki mereka! Apapun yang pengurus kerjain gak pernah bener! Pokoknya apapun dari mereka, kita salahin aja! Gak usah sok-sok dalamin pokok permasalahan atau peraturan monyet apapun! Mereka udah gagal! Yang penting pengurus suruh mundur semua! Tai!!!"

Setelah lama mencurahkan kemarahan di warteg kecil berbau asap itu, kumpulan anak-anak yang masih usia sekolahan itu mencegat sebuah truk bak terbuka, bergantian memanjatnya hingga menimbulkan kemacetan di tengah jalan, lalu berteriak-teriak di atas truk dengan yel-yel khas mereka.


--tamat---


*by: desyc*