Thursday, November 1, 2012

NOT SO WITTY MITTY



Pernah bertanya-tanya contoh paling signifikan dari hubungan unit-level analisis antar negara dalam hal partai politik? Nah, i'm going to give you one interesting case, bagaimana sebuah partai politik dalam suatu negara bisa mempengaruhi situasi internasional dalam kasus tertentu, dibanding negara itu sendiri.

You guys obviously know Mitt Romney, Republican Party's nominee for President of the United States in the 2012 election. Dalam sebuah kampanye-nya beberapa bulan lalu ia sempat mengtakan hal yang mungkin bagi dia sederhana, "Russia is our number one geopolitical foe". Hmmmh....Rakyat Amerika sebagian menanggapinya dengan kesal. Sebagian lainnya sibuk mem-bully Mitty dan menjadikannya badut sosial media. Tapi tidak demikian dengan presiden Rusia, Vladimir Putin. Ia menanggapi dengan serius pernyataan Romney, bahkan berterima kasih pada Romney. Mengapa? Rusia saat ini tengah dalam perlawanan dengan rencana NATO membangun missile defense shield di Eropa Barat. Ini membuat Rusia was-was dengan upaya deterrence-nya dan merasa dirugikan oleh NATO.

Setengah mati Obama meyakinkan Putin bahwa upaya NATO mengarah pada Iran, bukan Rusia. Tetapi mendadak Romney muncul dengan statement ajaib, yang menganggap Rusia musuh. Ini membuat Putin semakin yakin dengan foreign policy-nya dalam mengambil langkah oposisi terhadap NATO. Bagi Putin, meski Romney kemungkinan kalah sekalipun, ia tidak tahu berapa banyak di Amerika yang memiliki pandangan serupa dengan Romney, yang kelak bisa saja bertakhta di Amerika. JeLas defense merupakan upaya utama Rusia yang pernah menjadi musuh terbesar negara hegemon tersebut pada era cold war. Jika ke depannya US-Rusia kembali bentrok, langkah NATO di Eropa Barat jelas akan merugikan deterrence Rusia.

Ini hanya merupakan betapa statement dari kelompok/orang yang belum berada di jajarahan pemerintahan tertinggi bisa menjadi blunder bagi negaranya. Saya yakin seratus persen rakyat Amerika sendiri kesal dengan statement Romney. Ditambah belakangan, Romney pernah salah langkah menggambarkan situasi militer Amerika yang akhirnya memunculkan joke massal " Horses and Bayonets" serta ucapannya bahwa "Laut Suriah adalah jalur keluar satu-satunya bagi Iran". Sungguh sangat memalukan bagi seorang yang menawarkan diri sebagai calon presiden AS berikutnya.

But well, shit happens.


Have a good day!




*desyc*



PS: Albert Einstein pernah mengatakan hal berikut, “Two things are infinite: the universe and human stupidity; and I'm not sure about the universe.” ;p

PERKARA RUMIT DARI PERSIA



People sleep peacefully in their beds at night only because rough men stand ready to do violence on their behalf.”
~ George Orwell




Quote di atas merupakan bentuk suatu apresiasi terhadap kaum militer. Kerangka awal kalimat ini adalah penyataan yang menggambarkan, ketika sebuah negara dalam bahaya, misi militer adalah untuk menimbulkan kehancuran pada musuh. Hal tersebut adalah bisnis yang keras dan berdarah, tapi itulah tujuan dari dibentuknya militer. Let’s make it clear, sering kali dalam lintas batas negara, peran militer dan senjatanya adalah tool kebijakan luar negri, apakah untuk defense, deterrence, compellence, swaggering atau lainnya.


Menjadi menarik ketika dikaitkan dengan pembahasan senjata militer Iran yang dalam tahun-tahun belakangan menjadi fokus utama negera hegemon seperti Amerika Serikat. Konteks proliferasi nuklir di Iran ditenggarai Amerika mengarah kepada sesuatu yang bernuansa evil. Lebih kurangnya, ada modus rahasia di balik retorika Mahmoud Ahmadinejad yang memberdayakan nuklir sebagai sumber daya alternatif yang dapat mengantisipasi persediaan minyak bumi dan gas yang tidak kekal, DAN.... juga upaya deterrent bangsa Persia ini, setidaknya atas Israel, mungkin sedikit banyak juga terhadap big powers. I do think usaha Ahmadinejad ini sebagai langkah yang luar biasa cerdas, anarkis dan berani. Apalagi dalam kekukuhannya di meja negosiasi, berhadapan dengan raksasa-raksasa dunia, ia justru angkat dagu menantang sanksi terhadap negaranya. Diancam embargo minyak, bakal (potensi) raksasa kedua Timur-Tengah setelah Israel ini membalas dengan rencana menutup selat Hormuz meski juga sedikit ragu atas Amerika yang jelas akan reaktif. Namun Iran rupanya masih bersikeras bahwa proyek nuklirnya ini harus tetap berjalan.


Legenda hidup neorealisme, Kenneth Waltz dalam forum diskusi internasional foreign affairs baru-baru ini mengeluarkan argumen fantastis dalam tulisan Why Iran Should Get The Bomb yang kemudian juga disetujui oleh John Mearsheimer (both are my fave theorists, truly legends!). Ini yang sebenarnya menggelitik saya untuk menulis. Waltz mengatakan ada 3 alternatif skenario solutif atas kasus Iran. Pertama, Waltz mengatakan bahwa penyelesaian bisa dilakukan dengan menempuh jalur diplomasi yang disertai ancaman sanksi serius agar Iran berhenti mengembangkan proyek nuklirnya. Namun atas alternatif pertama, Waltz justru beranggapan tidak akan efektif dilakukan. Pasalnya, negara yang berambisi memiliki nuklir jarang bisa dihentikan begitu saja. Embargo ekonomi tidak akan sepenuhnya mempan membendung harapan masuk dalam gank negara nuklir yang dianggap berfungsi deterrence terhadap negara lain. Ambil contoh, Korea Utara yang berhasil dengan senjata dahsyatnya walaupun didera sanksi terus menerus dari Dewan Keamanan PBB. Waltz beranggapan ancaman justru akan membuat Iran semakin merasa tersudut dan justru memberikan alasan yang lebih bagi Iran untuk memproteksi diri lewat jalur deterrence mematikan.


Kedua, Waltz beranggapan penyelesaian bisa dilakukan dengan jalan 50-50. Artinya, Iran menghentikan sementara proyek nuklirnya sebagai senjata, tetapi tetap mengembangkan kapabilitas dalam membangun dan menguji daya ledak. Persis Jepang yang memelihara infrastruktur nuklir demi keperluan sipil dengan daya sangat besar yang dipercaya, jika diperlukan, bisa saja Jepang mengalihkannya sebagai senjata pemusnah massal dalam waktu singkat. Hal ini tetap menguntungkan bagi Iran untuk tetap dijadikan modal deterrence for the sake of national security. Skenario kedua Waltz ini bisa saja meyakinkan big powers, sayangnya Israel kemungkinan tetap akan terintimidasi karena sejauh ini Israel memonopoli Timur-Tengah dalam soal kepemilikan nuklir. Security dilemma akan tetap terjadi dan memaksa Israel kemungkinan melakukan hal-hal yang bersifat sabotase, bisa jadi bahkan pemusnahan. Kekhawatiran ini akan membuat Iran mengubah pikiran dan mengubah sumber daya nuklirnya menjadi senjata demi kepentingan security.


Ketiga, Waltz menawarkan skenario yang paling dianggapnya masuk akal. Kontroversial, anti-mainstream, a bit risky, namun paling solutif (menurut beliau). Let them have the bomb, kurang lebih begitu inti pembicaraannya. Jelas akan terjadi ketegangan jika sikap ini diambil karena Amerika dan Israel vokal menyerukan ke berbagai penjuru dunia, Iran akan menyalahgunakan kepemilikan nuklirnya. Namun kegelisahan negara-negara besar jika ada sebuah negara baru yang memiliki nuklir selalu tidak terbukti. Belum pernah terjadi perang nuklir diantara dua negara pemiliknya. Yang menarik, justru pada akhirnya stabilitas akan semakin kuat baik secara regional maupun internasional, jika muncul negara lain yang memiliki nuklir dikarenakan penyulutan perang antar negara nuklir menjadi momok paling mengerikan di mata mereka sendiri.


Dalam empat dekade terakhir, monopoli nuklir yang dilakukan Israel dalam skala regional, telah memicu ketidakstabilan di Timur Tengah. Menurut Waltz, harus tercipta balance of power untuk mengatasi ini. Sayangnya di Timur-Tengah yang didominasi Israel, potensi penyeimbang (kemungkinan terbesar yaitu Iran) ternyata butuh waktu lama untuk muncul.


Israel jelas ingin tetap dan selalu berusaha menjadi kekuatan nuklir satu-satunya di kawasan Timur-Tengah. Pada tahun 1981, Israel membom Irak untuk mencegah tantangan monopoli nuklirnya. Israel melakukan hal yang sama ke Suriah pada tahun 2007 dan sekarang mempertimbangkan tindakan serupa terhadap Iran. Tindakan Israel ini membuat ketidakseimbangan yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Kemampuan Israel dalam membuktikan mereka dapat menyerang saingan potensial nuklir dengan dengan ‘fasilitas gratis’ impunitas jelas membuat musuh-musuhnya ingin mengembangkan cara untuk mencegah Israel dari melakukannya hal yang sama lagi dan lagi. Pada akhirnya, jalan paling masuk akal untuk mengakiri kondisi ketidakseimbangan militer harus dengan cara balancing, dalam hal ini masuk akal jika ada negara pesaing di Timur-Tengah muncul dengan nuklir.


Basically, i do think he’s right here
. Sayangnya ‘opa’ Waltz kurang jitu dalam menilai konteks ideologi dalam situasi di Timur-Tengah dan sifat-sifat dasar bangsa Persia dan Arab yang... well better left unsaid (ha!),. Benar bahwa harus ada yang mendobrak monopoli Israel di Timur-Tengah untuk menciptakan balance of power atau balancing sekali lagi. Namun harus dilakukan secara kolektif oleh negara-negara lainnya (bukan berarti negara lainnya harus juga memiliki nuklir). Ketika menjelaskan bahwa tidak semua negara di Timur-Tengah akan mencoba mendapatkan bom jika Iran dibenarkan, Waltz salah beragumen dengan memakai historis regional Asia diluar Timur-Tengah.


Ada perbedaan konteks penerapan kasus kepemilikan nuklir jika dikaitkan dengan Timur-Tengah dan lainnya. Kondisi Timur-Tengah terbilang sangat konfliktual, complicated dan berkepanjangan, berbeda dengan Asia lainnya. Jika Iran memperoleh bom, memang balance akan tercipta. Namun negara lain di Timur-Tengah akan bersikap offensive-realist memandang hal ini. Karena Iran dan Israel akan dianggap menjadi irasional dan bisa jadi Israel yang tidak terima karena kemudian semakin mengalami security dilemma tetap akan melakukan manuver-manuver yang membuat Iran berang. Ahmadinejad bisa terbilang berani melakukan aksi anti-mainstream dengan memiliki nuklir di suasana panas Timur-Tengah (vs AS), menentang dominasi big powers dan Israel, lalu apa yang akan menjamin Ahmadinejad tidak akan menjadi terbuai dengan kepemilikan nuklirnya sebagai senjata? Apa yang menjamin Ahmadinejad tidak akan berkepala panas jika diprovokasi Israel nantinya? Apa yang menjamin Ahmadinejad atau rakyatnya yang memandang jihad adalah jalan menuju surga tidak akan menggunakan bom untuk memenuhi tujuan mereka?


Tidak saja itu, jika ini benar terjadi, saya memandang proliferasi nuklir besar-besaran di Timur-Tengah might happen, sooner or later. Tercepat, bisa saja Arab Saudi dan lain-lainnya yang memiiliki kapabilitas untuk itu mengikuti langkah Iran. Mengapa? Karena saya berasumsi masih banyak kaum radikal di sana yang akan memilih security dengan jalan ekstrim. Jika konflik semakin memanas antara Iran dan Israel, maka jelas AS tidak akan segan-segan berada di pihak Israel untuk mematikan langkah Iran dengan berbagai cara. Kondisi Iran yang tertekan akan mengakibatkan berbagai kemungkinan. Untuk menjaga kemungkinan terburuk di masa mendatang, negara lain mungkin akan bergejolak. Dari segi fair atau tidak, jelas jika Iran diperbolehkan memiliki atom, lambat laun hal serupa terjadi di negara lain meski mengambil dalih nuklir sebagai alternatif sumber daya. Tidak saja itu konflik memanas Iran-Israel (jika benar terjadi) akan menambah gejolak di Timur-Tengah, belum jika dikaitkan dengan teroris yang bisa memanfaatkan situasi kepemilikan senjata melalui jalur-jalur discreet dengan penawaran win-win solution terhadap negara sponsor yang dibuai yang kemudian menciptakan lingkaran setan.


Iseng, saya kemudian coba-coba kalkulasi - berusaha menawarkan solusi pengembangan dari skenario Waltz, yaitu BIARKAN IRAN MEMILIKI BOM untuk balancing. Namun jelas harus juga ada fairness dari negara barat untuk memotong kekuatan Israel (yang diduga memiliki banyak nuklir) tanpa jalan perang, sehingga memaksa kedua belah pihak akan akan lebih rasional, dan negara tetangga disana menjadi lebih secure. Selain itu, Iran dan Israel harus mau menerima inspeksi reguler atas senjata mereka dari pihak big powers termasuk (the not-so-neutral) UN. Jelas ini akan memunculkan pertanyaan apakah big powers sanggup menjadi penengah? Ini yang harus menjadi pekerjaan rumah semua negara-negara yang demen jadi poros tengah (padahal karena kurang power untuk maju), termasuk Indonesia untuk melakukan dorongan keras terhadap big powers dalam mewujudkan situasi damai dunia dengan ancaman-ancaman kolektif dari segi kerja-sama dan dukungan - agar mereka mampu bertindak adil. Well, toh Indonesia belakangan (meski pastinya juga ‘prihatin’ dengan kondisi Iran vs AS + Israel) mulai cerdas main di posisi “kiri-kanan oke” seperti di kasus Laut China Selatan dimana Indonesia main aman dengan China dan Amerika Serikat dengan menunggangi ASEAN. My point here exactly the same like Waltz’s, let the Persians have the bomb, with additional note from me, some of them HAVE TO CUT Israel’s power (nukes) to make a better balance of power in Middle-East.


Don’t try to warn me, i know it’s almost impossible to happend! *smirk* Well, have a nice day, people!






*created by DC - 31/10/12*



PS: i'm not drunk when writing this. Just FYI.



Saturday, June 23, 2012

R.I.N.D.U

Hentikan mengira-ngira,

Aku tidak terlahir dari rahim-mu, dari pertukaran zat-zat kimiawi dalam tubuhmu atau siapapun... juga bukan dari sejarah klise Adam dan Hawa-mu.

Aku kau ciptakan dari pikiranmu, muncul dalam kotak kecil berwarna kelabu yang memberi asap dalam hatimu, mampu membuatmu sekarat dalam sesak.

Jika aku mucul, tawamu bisa hilang, pandanganmu mengabur dalam keramaian, dan kau akan berpikir untuk menghilang, karena aku akan menggerogoti tubuhmu hingga kau meletih dan hampa...

Jika aku muncul, kau akan membenci waktu, karena mendadak bagimu... bumi lambat berputar dan ada tiupan angin dingin yang mulai membekukan hatimu.

Jika aku muncul dan bertahan lama, maka lambat laun akan pecah tangismu dan kau merasa menjadi lumpuh...kau bisa berpikir untuk mati.


Ya, aku sesuatu yang ilahi

Aku tak bisa kau sentuh
Aku tak bisa kau cegah
Aku tak bisa kau bunuh
Namun aku mampu mengontrol seluruh jalan pikiranmu
Dan kau tak bisa berdiskusi dengan kemauanku...


Namaku adalah rindu.
Aku mampu hidup ribuan tahun selama kau ada.
Dan satu yang bisa membinasakan aku, hanyalah "ujung penantian".


- created by dc, 23.06.2012 -

Tuesday, February 28, 2012

Garuda Tanpa Sayap



"Jika orang bermimpi dianggap parodi, maka habislah masa depan sepak bola kita"


Cukup terhenyak rasanya ketika timnas baru-baru ini mengalami kekalahan dan saya membaca komentar seseorang dengan lantang mengatakan, "mamppoooossss!!!" Saat membaca itu saya seketika bingung - TOTAL! Bagaimana mungkin seorang yang mengaku suporter merah-putih mengatakan hal yang demikian menyakitkan (bagi pemain jika tertiup hingga ke daun telinga mereka)? Bagaimana mungkin rasa sentimen terhadap politik sepak bola harus berimbas kepada anak-anak yang telah bermain setengah mati selama 90 menit dengan mengemban lambang Garuda di dada, terlepas dari hasil buruk yang mereka raih? Kasus suporter Inggris menghujat timnas-nya ketika tim mereka terus menerus didera kekalahan nyaris sama dengan kasus ini. Tetapi bedanya, mereka melemparkan hujatan karena geram tim pujaan mereka kalah, bukan malah MENSYUKURI kekalahan tim-nya. Dua hal yang jelas berbeda.

Ngenesnya, kata-kata "mampus" itu entah bagaimana memang terbaca oleh seseorang pemain lain (yang saat itu tidak berada di lapangan) yang kemudian emosinya meluap dan mengeluarkan kata-kata bermaksud pembelaan yang tidak kalah parau, "suruh aja mereka yang main di lapangan!!!". Kata-kata bernada emosional ini jelas tidak baik diucapkan, namun kemudian terlontar begitu saja bersamaan dengan semangat yang kemudian menurun drastis untuk membela bangsa.

Seperti jutaan kali saya katakan, terlepas dari dualisme liga yang melarang pemain dari liga yang tidak diakui FIFA untuk bermain bagi timnas, siapapun yang menggunakan seragam berlambang Garuda adalah personil yang namanya pantas kalian teriakkan lantang di dalam stadion. Mengapa? Karena jerit suporter adalah cambukan semangat bagi mereka. Karena kepercayaan diri mereka meningkat berkat dukungan. Karena usaha mereka akan berlipat ganda berkat gemuruh di stadion. Memang kita belum meraih trophy bergengsi meski GBK belakangan sering penuh, namun saya optimis akan ada era kebangkitan jika kita memulai memompa semangat pemain muda dari sejak dini. Jelas untuk itu, optimisme suporter yang biasanya berbaris di belakang mereka menjadi harga mati. Sayang bukan itu yang sekarang sedang terjadi.

Ada yang mengatakan, "saya tidak dukung karena pemainnya bukan dari ISL, di sana kan ladang pemain bagus?!" Kata-kata seperti ini adalah murni ungkapan jujur pecinta sepak bola nasional. Tidak bisa ditentang karena itu merupakan buah pemikiran pribadi. Saya pribadi suka menyaksikan gaya bermain banyak pemain di sana. Tapi apa lantas saya harus mogok membela timnas dengan materi-materi baru? NO. Dari dulu pun saya sudah menyaksikan pertandingan timnas meski dipimpin oleh musuh bersama saat itu, Nurdin Halid dan tidak lantas memusuhi timnas meski saat-saat itu kondisi politik sepak bola juga kacau. Eksperimen usia dini harus terus dilakukan untuk menemukan tim masa depan yang tangguh. Sayangnya sayap para pemain muda ini susah mengepak lebar menuju angkasa akibat masih belajar terbang, sudah harus dilukai massa.


Lalu kemudian ada yang meneriakkan bahwa pemain ISL merupakan korban politik. Jujur, saya cukup sependapat dengan hal itu. Tapi, pfffttt.... Tahukah kalian bahwa yang benar-benar menjadi korban politik terparah saat ini justru seluruh pemain yang tengah berjuang atas nama timnas?

Ketika daun-daun muda ini mendengar adanya seleksi, nyaris seluruh pemain datang dengan semangat 45 menuju lokasi seleksi. Dengan harapan tinggi dan semangat membuncah, mereka menjalani beberapa kali sesi latih tanding untuk unjuk kemampuan. Meski seleksi harus dengan fasilitas susah-payah terlebih dahulu, mereka enggan mengeluh demi impian memasuki skuat tim nasional.

Tahukah kalian, bahkan ada yang nekad sakit-sakit datang menuju lokasi latihan selagi ada panggilan? Ada yang memaksakan diri datang dengan ongkos seadanya? Ada yang takut menaiki pesawat namun memberanikan diri demi timnas? Ada yang bahkan meski belum mendapat persetujuan atasan sudah berangkat dengan biaya sendiri? Ada yang bahkan hingga lupa bawa koper? Kenapa? Jarang ada kesempatan bagi mereka untuk bisa terpilih masuk seleksi timnas. Selagi pintu itu terbuka lebar, usaha hidup-mati pun mereka lakukan. Wajah-wajah polos anak kecil yang menyimpan tekad untuk mengharumkan nama bangsa ini.... wajah-wajah yang masih menyimpan optimisme dengan mata berbinar ini.... wajah penuh impian itu berubah menjadi haru biru ketika nama mereka disebut memasuki timnas. Modal impian membuat tubuh mereka bergetar ketika disodorkan seragam kebanggan timnas, merah-putih. Sayang, anak-anak tidak bersalah ini ternyata berangkat minus suara dukungan banyak suporter (tidak semua namun cukup banyak). Ternyata yang mengaku suporter garis keras pun bisa melontarkan kata-kata mogok bahkan menghujat anak-anak ini. Sangat menyedihkan.

Ketika kondisi sudah seperti ini, maka... bung, kondisi sepak bola kita sudah jauh dari kronis. Sepak bola itu sendiri sudah mati karena terlalu rusak dari lapisan atas hingga bawah. Jika impian sudah tidak ada atau orang bermimpi dianggap parodi, maka habislah masa depan sepak bola kita.
Anda boleh memprotes masalah pemilihan materi pemain timnas, TETAPI bukan lantas berujung mogok sama sekali membela timnas terpilih. Mereka tidak bersalah sama sekali. Berikan kritik pada jalurnya, namun bukan menebas semangat skuat yang bermain di lapangan atas nama negara, kalah ataupun menang. Tidak perlu terbawa arus politik. Jika Anda membenci peraturan yang baru, jangan menampar orang yang menjalani aturan baru itu.

Biarkan bibit-bibit muda menegakkan kepala. Berikan jalan bagi mereka untuk menempa pengalaman bertanding. Berikan kesempatan bagi mereka untuk menyimpan binar di mata sebagai pengemban lambang Garuda. Mengenai problema politik yang melumpuhkan semangat terhadap sepak bola nasional sendiri, jangan lampiaskan kepada skuat muda ini. Mereka bisa saja menjadi pahlawan lapangan hijau di masa mendatang, datang dari lumpur politik. Sejenak, sampingkan permasalahan politik yang menyebalkan, mari mengangkat segelas kopi hitam, ikat tali sepatu Anda, gunakan atribut merah-putih loakan Anda, coretlah wajah dengan lambang bendera merah-putih, berangkat, dan berteriaklah selantang mungkin untuk membangkitkan impian kita dari awal sekali lagi. Suatu saat, toh permasalahan politik ini akan berakhir. Suatu saat, toh semua pemain berhak mendapat tempat di timnas. Suatu saat, toh kita akan mengangkat trofi juara. Hanya tinggal menunggu sang waktu... Seperti ucapan Henry Miller, "Back of every creation, supporting it like an arch, is faith. Enthusiasm is nothing: it comes and goes. But if one believes, then miracles occur". Cheers! :D


~DC~