Thursday, November 1, 2012

PERKARA RUMIT DARI PERSIA



People sleep peacefully in their beds at night only because rough men stand ready to do violence on their behalf.”
~ George Orwell




Quote di atas merupakan bentuk suatu apresiasi terhadap kaum militer. Kerangka awal kalimat ini adalah penyataan yang menggambarkan, ketika sebuah negara dalam bahaya, misi militer adalah untuk menimbulkan kehancuran pada musuh. Hal tersebut adalah bisnis yang keras dan berdarah, tapi itulah tujuan dari dibentuknya militer. Let’s make it clear, sering kali dalam lintas batas negara, peran militer dan senjatanya adalah tool kebijakan luar negri, apakah untuk defense, deterrence, compellence, swaggering atau lainnya.


Menjadi menarik ketika dikaitkan dengan pembahasan senjata militer Iran yang dalam tahun-tahun belakangan menjadi fokus utama negera hegemon seperti Amerika Serikat. Konteks proliferasi nuklir di Iran ditenggarai Amerika mengarah kepada sesuatu yang bernuansa evil. Lebih kurangnya, ada modus rahasia di balik retorika Mahmoud Ahmadinejad yang memberdayakan nuklir sebagai sumber daya alternatif yang dapat mengantisipasi persediaan minyak bumi dan gas yang tidak kekal, DAN.... juga upaya deterrent bangsa Persia ini, setidaknya atas Israel, mungkin sedikit banyak juga terhadap big powers. I do think usaha Ahmadinejad ini sebagai langkah yang luar biasa cerdas, anarkis dan berani. Apalagi dalam kekukuhannya di meja negosiasi, berhadapan dengan raksasa-raksasa dunia, ia justru angkat dagu menantang sanksi terhadap negaranya. Diancam embargo minyak, bakal (potensi) raksasa kedua Timur-Tengah setelah Israel ini membalas dengan rencana menutup selat Hormuz meski juga sedikit ragu atas Amerika yang jelas akan reaktif. Namun Iran rupanya masih bersikeras bahwa proyek nuklirnya ini harus tetap berjalan.


Legenda hidup neorealisme, Kenneth Waltz dalam forum diskusi internasional foreign affairs baru-baru ini mengeluarkan argumen fantastis dalam tulisan Why Iran Should Get The Bomb yang kemudian juga disetujui oleh John Mearsheimer (both are my fave theorists, truly legends!). Ini yang sebenarnya menggelitik saya untuk menulis. Waltz mengatakan ada 3 alternatif skenario solutif atas kasus Iran. Pertama, Waltz mengatakan bahwa penyelesaian bisa dilakukan dengan menempuh jalur diplomasi yang disertai ancaman sanksi serius agar Iran berhenti mengembangkan proyek nuklirnya. Namun atas alternatif pertama, Waltz justru beranggapan tidak akan efektif dilakukan. Pasalnya, negara yang berambisi memiliki nuklir jarang bisa dihentikan begitu saja. Embargo ekonomi tidak akan sepenuhnya mempan membendung harapan masuk dalam gank negara nuklir yang dianggap berfungsi deterrence terhadap negara lain. Ambil contoh, Korea Utara yang berhasil dengan senjata dahsyatnya walaupun didera sanksi terus menerus dari Dewan Keamanan PBB. Waltz beranggapan ancaman justru akan membuat Iran semakin merasa tersudut dan justru memberikan alasan yang lebih bagi Iran untuk memproteksi diri lewat jalur deterrence mematikan.


Kedua, Waltz beranggapan penyelesaian bisa dilakukan dengan jalan 50-50. Artinya, Iran menghentikan sementara proyek nuklirnya sebagai senjata, tetapi tetap mengembangkan kapabilitas dalam membangun dan menguji daya ledak. Persis Jepang yang memelihara infrastruktur nuklir demi keperluan sipil dengan daya sangat besar yang dipercaya, jika diperlukan, bisa saja Jepang mengalihkannya sebagai senjata pemusnah massal dalam waktu singkat. Hal ini tetap menguntungkan bagi Iran untuk tetap dijadikan modal deterrence for the sake of national security. Skenario kedua Waltz ini bisa saja meyakinkan big powers, sayangnya Israel kemungkinan tetap akan terintimidasi karena sejauh ini Israel memonopoli Timur-Tengah dalam soal kepemilikan nuklir. Security dilemma akan tetap terjadi dan memaksa Israel kemungkinan melakukan hal-hal yang bersifat sabotase, bisa jadi bahkan pemusnahan. Kekhawatiran ini akan membuat Iran mengubah pikiran dan mengubah sumber daya nuklirnya menjadi senjata demi kepentingan security.


Ketiga, Waltz menawarkan skenario yang paling dianggapnya masuk akal. Kontroversial, anti-mainstream, a bit risky, namun paling solutif (menurut beliau). Let them have the bomb, kurang lebih begitu inti pembicaraannya. Jelas akan terjadi ketegangan jika sikap ini diambil karena Amerika dan Israel vokal menyerukan ke berbagai penjuru dunia, Iran akan menyalahgunakan kepemilikan nuklirnya. Namun kegelisahan negara-negara besar jika ada sebuah negara baru yang memiliki nuklir selalu tidak terbukti. Belum pernah terjadi perang nuklir diantara dua negara pemiliknya. Yang menarik, justru pada akhirnya stabilitas akan semakin kuat baik secara regional maupun internasional, jika muncul negara lain yang memiliki nuklir dikarenakan penyulutan perang antar negara nuklir menjadi momok paling mengerikan di mata mereka sendiri.


Dalam empat dekade terakhir, monopoli nuklir yang dilakukan Israel dalam skala regional, telah memicu ketidakstabilan di Timur Tengah. Menurut Waltz, harus tercipta balance of power untuk mengatasi ini. Sayangnya di Timur-Tengah yang didominasi Israel, potensi penyeimbang (kemungkinan terbesar yaitu Iran) ternyata butuh waktu lama untuk muncul.


Israel jelas ingin tetap dan selalu berusaha menjadi kekuatan nuklir satu-satunya di kawasan Timur-Tengah. Pada tahun 1981, Israel membom Irak untuk mencegah tantangan monopoli nuklirnya. Israel melakukan hal yang sama ke Suriah pada tahun 2007 dan sekarang mempertimbangkan tindakan serupa terhadap Iran. Tindakan Israel ini membuat ketidakseimbangan yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Kemampuan Israel dalam membuktikan mereka dapat menyerang saingan potensial nuklir dengan dengan ‘fasilitas gratis’ impunitas jelas membuat musuh-musuhnya ingin mengembangkan cara untuk mencegah Israel dari melakukannya hal yang sama lagi dan lagi. Pada akhirnya, jalan paling masuk akal untuk mengakiri kondisi ketidakseimbangan militer harus dengan cara balancing, dalam hal ini masuk akal jika ada negara pesaing di Timur-Tengah muncul dengan nuklir.


Basically, i do think he’s right here
. Sayangnya ‘opa’ Waltz kurang jitu dalam menilai konteks ideologi dalam situasi di Timur-Tengah dan sifat-sifat dasar bangsa Persia dan Arab yang... well better left unsaid (ha!),. Benar bahwa harus ada yang mendobrak monopoli Israel di Timur-Tengah untuk menciptakan balance of power atau balancing sekali lagi. Namun harus dilakukan secara kolektif oleh negara-negara lainnya (bukan berarti negara lainnya harus juga memiliki nuklir). Ketika menjelaskan bahwa tidak semua negara di Timur-Tengah akan mencoba mendapatkan bom jika Iran dibenarkan, Waltz salah beragumen dengan memakai historis regional Asia diluar Timur-Tengah.


Ada perbedaan konteks penerapan kasus kepemilikan nuklir jika dikaitkan dengan Timur-Tengah dan lainnya. Kondisi Timur-Tengah terbilang sangat konfliktual, complicated dan berkepanjangan, berbeda dengan Asia lainnya. Jika Iran memperoleh bom, memang balance akan tercipta. Namun negara lain di Timur-Tengah akan bersikap offensive-realist memandang hal ini. Karena Iran dan Israel akan dianggap menjadi irasional dan bisa jadi Israel yang tidak terima karena kemudian semakin mengalami security dilemma tetap akan melakukan manuver-manuver yang membuat Iran berang. Ahmadinejad bisa terbilang berani melakukan aksi anti-mainstream dengan memiliki nuklir di suasana panas Timur-Tengah (vs AS), menentang dominasi big powers dan Israel, lalu apa yang akan menjamin Ahmadinejad tidak akan menjadi terbuai dengan kepemilikan nuklirnya sebagai senjata? Apa yang menjamin Ahmadinejad tidak akan berkepala panas jika diprovokasi Israel nantinya? Apa yang menjamin Ahmadinejad atau rakyatnya yang memandang jihad adalah jalan menuju surga tidak akan menggunakan bom untuk memenuhi tujuan mereka?


Tidak saja itu, jika ini benar terjadi, saya memandang proliferasi nuklir besar-besaran di Timur-Tengah might happen, sooner or later. Tercepat, bisa saja Arab Saudi dan lain-lainnya yang memiiliki kapabilitas untuk itu mengikuti langkah Iran. Mengapa? Karena saya berasumsi masih banyak kaum radikal di sana yang akan memilih security dengan jalan ekstrim. Jika konflik semakin memanas antara Iran dan Israel, maka jelas AS tidak akan segan-segan berada di pihak Israel untuk mematikan langkah Iran dengan berbagai cara. Kondisi Iran yang tertekan akan mengakibatkan berbagai kemungkinan. Untuk menjaga kemungkinan terburuk di masa mendatang, negara lain mungkin akan bergejolak. Dari segi fair atau tidak, jelas jika Iran diperbolehkan memiliki atom, lambat laun hal serupa terjadi di negara lain meski mengambil dalih nuklir sebagai alternatif sumber daya. Tidak saja itu konflik memanas Iran-Israel (jika benar terjadi) akan menambah gejolak di Timur-Tengah, belum jika dikaitkan dengan teroris yang bisa memanfaatkan situasi kepemilikan senjata melalui jalur-jalur discreet dengan penawaran win-win solution terhadap negara sponsor yang dibuai yang kemudian menciptakan lingkaran setan.


Iseng, saya kemudian coba-coba kalkulasi - berusaha menawarkan solusi pengembangan dari skenario Waltz, yaitu BIARKAN IRAN MEMILIKI BOM untuk balancing. Namun jelas harus juga ada fairness dari negara barat untuk memotong kekuatan Israel (yang diduga memiliki banyak nuklir) tanpa jalan perang, sehingga memaksa kedua belah pihak akan akan lebih rasional, dan negara tetangga disana menjadi lebih secure. Selain itu, Iran dan Israel harus mau menerima inspeksi reguler atas senjata mereka dari pihak big powers termasuk (the not-so-neutral) UN. Jelas ini akan memunculkan pertanyaan apakah big powers sanggup menjadi penengah? Ini yang harus menjadi pekerjaan rumah semua negara-negara yang demen jadi poros tengah (padahal karena kurang power untuk maju), termasuk Indonesia untuk melakukan dorongan keras terhadap big powers dalam mewujudkan situasi damai dunia dengan ancaman-ancaman kolektif dari segi kerja-sama dan dukungan - agar mereka mampu bertindak adil. Well, toh Indonesia belakangan (meski pastinya juga ‘prihatin’ dengan kondisi Iran vs AS + Israel) mulai cerdas main di posisi “kiri-kanan oke” seperti di kasus Laut China Selatan dimana Indonesia main aman dengan China dan Amerika Serikat dengan menunggangi ASEAN. My point here exactly the same like Waltz’s, let the Persians have the bomb, with additional note from me, some of them HAVE TO CUT Israel’s power (nukes) to make a better balance of power in Middle-East.


Don’t try to warn me, i know it’s almost impossible to happend! *smirk* Well, have a nice day, people!






*created by DC - 31/10/12*



PS: i'm not drunk when writing this. Just FYI.



1 comment:

  1. Coba ada Ir. Soekarno
    Big Power itu pasti Indonesia dengan GNB nya

    ReplyDelete