Monday, June 10, 2013

Dialog Sampah?



[Read carefully the conversations written below]

CONVO I
A: "Gue pengen nyobain ML deh, tapi gue takut. Gue takut nantinya bakal suami gue nggak bisa nerima gue karena gue udah nggak perawan pas malam pertama."
B: "Lah, elo kok udah yakin kalau suami elo nolak elo kalau elo nggak perawan?"
A: "Well, kan pasti gue ntar dianggap cewek nggak bener.."
B: "Mungkin karena elo sendiri berpikir bahwa cewek yang udah nggak perawan sebelum pernikahan resmi itu nggak bener, jadinya elo takut orang berpikir sama seperti elo?"
A: "Yah...ini Indonesia kali. Semua pelaku free sex pasti dianggap nggak bener."
B: "Lebih tepatnya, semua yang menentang agama dianggap nggak benar. Agama jadi sumber hukum kita. Perkara kenti dan meki jadi sesuatu yang tabu dibicarakan. Pertukaran lendir pra nikah meski dilakukan dengan sadar oleh kedua belah pihak (dan seharusnya terhitung hak masing-masing orang yang sudah dewasa)selalu jadi dosa sosial - perkara negara - hukum negara. Padahal, seks itu 'nyaris' tidak merugikan orang banyak, jika dilakukan dengan tanggung jawab sebagai orang dewasa. Jauh berbeda dari korupsi, penipuan, pemerkosaan, pengedaran obat terlarang, fitnah, dll."
A: "Well, kita bukan negara sebebas Amerika.."
B: "Dan seharusnya kita bukan negara agama. Meskipun begitu, gue ngehormatin keputusan orang untuk tidak melakukan hubungan seksual pra nikah, seharusnya begitu sebaliknya."
A: "Iya sih...gue takut tapi pengen nyobain. Pengen nyobain tapi takut."
B: "Ya, jangan dilakukan kalau nggak mau atau nggak siap mental. Eh, tapi gue mau nanya ama elo, seandainya suami elo nantinya ternyata nggak virgin, elo gimana?"
A: "Lah, tau cowok masih virgin atau nggak gimana?"
B: "Nggak, ini perkara prinsipil aja. Anggap aja elo tahu. Nah, kalau elo tahu dia nggak virgin, elo masih mau nerima?"
A: "Yah...kan kalau cowok mah beda. Kalau gue cinta mah gue terima-terima aja."
B: "Nah, seharusnya cowok juga berpikiran yang sama kan kalau memang cinta? Nggak mengukur dari keperawanan?"
A: "Tapi patokan cowok di Indonesia masih banyak yang gitu. Parahnya, cewek ketahuan kalau udah nggak perawan lagi, beda ama mereka."
B: "Well, for me, it's f*cking easy to dump a selfish-shallow-jerk dude like that, in fact, itu bahkan membantu untuk mengerti kadar cinta calon pasangan abadi elo. Kalau dia egois, well, jelas dia bukan orang yang layak untuk dinikahi. Tapi sekali lagi, itu semua pilihan. Jangan melakukan sesuatu hanya untuk terlihat keren, westernish, modern dan semacamnya. Baik pelaku free zex ataupun nggak harusnya sama-sama tidak saling memaksa orang untuk masuk kubu masing-masing. Karena sex jika dilakukan dua pihak dengan kesadaran penuh, tidak seharusnya masuk perkara kriminal."
-----JEDA-----
B: "Well, gue selalu bertanya-tanya, jika seks dilakukan dengan aman antara dua orang yang cukup umur, tidak terikat dengan pasangan lain, tanpa paksaan, tanpa kekerasan dengan tidak melibatkan orang lain di tempat pribadi milik mereka sendiri.......apa yang membuat orang berteriak keras menentang itu?"
A: "Tuhan dan agama?"
B: "Bukti bahwa penghakiman agama lebih banyak dilakukan oleh manusia dibanding Tuhan sendiri. :)"



CONVO II
C: "Elo kenapa nggak cepat merit?"
D: "Belum siap mental."
C: "Nggak takut nanti semakin tua kasian anak elo? Ntar elo umur 40, anak elo baru 3 tahun?"
D: "Soal anak, tabungan masa depan anak bisa disiapkan sejak dini sebelum menikah. Soal adaptasi dengan gaya pemikiran anak, tergantung seberapa cerdas elo menerima dan memahami sesuatu. Bukan karena batas usia. Lagipula, bisa saja justru orang-orang yang tidak cepat menikah itu pecinta anak-anak dan lebih bijaksana toh?"
C: "Sorry, tapi seandainya elo meninggal saat anak elo masih kecil karena telat menikah?"
D: "Itu bisa terjadi kapanpun dengan siapapun. Lagipula, ini masalah cara mengajarkan anak untuk tetap optimis ke depan. Sekali lagi, tidak terkait umur."
C: "Kesannya egois bukan? Kan kasihan anak?"
D: "Loh, kalau elo menikah cepat, tidak benar-benar merasa siap dan hubungan elo ternyata nggak langgeng, resiko soal anak juga tetap ada toh?"
C: "Tapi kan juga bisa lebih cepat jadi bahan pelajaran dan lebih banyak waktu untuk dikoreksi dibanding yang menikah tua."
D: "Actually, bagaimana menyiapkan masa depan anak, bersosialisasi dengan anak dan membentuk karakter anak serta membina hubungan yang baik dengan suami tidak harus dilakukan berdasarkan batasan umur. Tetapi lebih kepada kesiapan batiniah dan....balik lagi ke kecerdasan. Sayangnya di Indonesia dan beberapa negara lainnya, pernikahan menjadi syarat komunitas, gengsi sosial, lambang kedewasaan. Jika tidak dilakukan secepatnya, maka konsekuensi dianggap tidak laku dan tuduhan-tuduhan lainnya menjadi muncul. Itu makanya banyak orang kita yang memilih cepat menikah untuk mendapat penerimaan sosial dan aktualisasi diri. Karena sudah tradisi jaman dulu, terbawa jadi seolah syarat mutlak dalam kisaran umur tertentu. Takut jika tidak menikah cepat, tidak sesuai dengan standar 'normal' masyarakat. Padahal, standarnya sendiri sudah salah."
C: "Maksudnya standar umur?"
D: "Lebih tepatnya, standar menikah karena batasan umur."
C: "Tapi kan nggak semua menikah karena gengsi sosial?"
D: "Memang nggak semua, tapi banyak yang begitu dan mungkin mereka sendiri nggak sadar kalau sebenarnya mereka memberi patokan menikah cepat karena sekedar gengsi sosial."



CONVO III
E: "F kalau sudah besar nanti mau jadi apa?"
F: "F mau jadi doktel!"
E: "Kalau G?"
G: "G juga mau jadi doktel"
H: "Kalau H mau jadi pengusaha dong, bial kaya!"
F: "F juga kalau nggak jadi doktel maunya jadi olang kaya kok!"
E (memandang ke rekan sesama guru, I, kemudian berbisik di telinga I): "Sadar nggak kalau hampir semua anak kecil di Indonesia bercita-cita menjadi dokter atau pengusaha? Sepertinya ini cita-cita wajib semua anak kecil disini yah? Apa orang tua mereka nggak memberi informasi bahwa ada banyak profesi terhormat di dunia untuk dicita-citakan?"
I: "Well, mungkin karena anak kecil belum menemukan jati diri sendiri, jadi belum benar-benar tahu mau jadi apa."
E: "Jadi kenapa mereka serempak mau jadi dokter atau pengusaha? Ini dua profesi yang paling beken sejak bayi lahir kayaknya yah? Penanaman ambisi orang tua sejak dini atau memang sekedar trend anak kecil?"
I dan E: "hahahahaha..."



CONVO IV
J: "Lo ntar kuliah mau ngambil apa?"
K: "Belum tau nih masih bingung.."
L: "Gue mau ambil yang nggak terlalu susah aja ah, mungkin sastra. Kalau yang lain takut otak gue nggak sanggup. Kalau sastra kan setidaknya nggak bakal sesusah teknik atau lain-lainnya."
K: "Gue ikutan elo aja deh L, biar kita bisa se-gank lagi. Biar rame-rame lagi, ya nggak J?"
J: "Uhmm, gue sih bakalan ambil hukum."
K: "Lah, elo pisah dong dari kita berdua? Yaahhh.."
L: "Elo nggak takut hukum harus hapalin banyak peraturan? Kan ribet?"
J: "Well, gue nggak takut karena itu emang keinginan gue. Lagipula, gue emang pengen jadi pengacara."
L (senyum): "Elo emang keren yah J, beda ama gue, K dan jutaan anak Indonesia lainnya yang bahkan ampe udah kuliah pun belum bisa nentuin tujuan hidup atau cita-cita. Jadi nggak ada ambisi. Nggak ada totalitas. Nggak ada tekad sejak dini."
K: "Iya, J sih keren. Kalau kayak kita-kita sih....jangan-jangan ntar soal pemilihan mata kuliah aja masih berdasarkan dosen mana yang baik atau jahat, pelit nilai atau nggak, atau....mata kuliahnya sulit atau nggak."
J, K & L: "hahahahahaha, Indonesia....Indonesia..."




CONVO V
M: "Eh, ada si N tuh lewat kecengan elo!"
O (bergegas mematikan puntung rokok): "Mati gue! Si N lihat nggak tadi gue ngerokok?"
M: "Kalau ngelihat kenapa emang?"
O: "Gue nggak mau kelihatan bandel aja di depan mata dia. Sh*t, mana gue lagi pake tank top doang lagi!"
M: "Lah, kan elo emang ngerokok dan berpenampilan terbuka, masa elo mau pura-pura jadi alim mendadak depan mata dia?"
O: "Yah, gw pengen dia berpikir gue itu cewek banget."
M: "Astaga, ini penyakit cewek-cewek Indonesia. Takut terlihat buruk dan lebih memilih untuk terlihat kayak si bawang putih dalam sinetron-sinetron. Padahal banyak juga yang hobi gosip ampe ngata-ngatain orang, nelikung, nusuk dari belakang, di depan lain di belakang lain, aslinya nyinyir dan lain-lain... Berani tampilin yang buruk-buruknya kek!"
O: "Cck! Diem lo! Namanya juga cewek!"



CONVO VI
P: "Jadi orang tuh simple aja deh kayak gue!"
Q: "Maksud elo simple?"
P: "Yah, gue sih males menanggapi sesuatu dengan rumit-rumit. Dari mulai penampilan sampai gaya berpikir gue itu simple. Ngapain segalanya dibawa pusing? Semuanya bisa dibawa sederhana kok."
Q: "Simplicity bores me to death.."
P: "Lah, lo kok aneh gak suka yang simple-simple?"
Q: "Karena orang simple itu membosankan. Cuma suka yang mudah-mudah. Kalau dalam soal strategi, bisa ditebak langkahnya dengan mudah. Kalau dalam soal pemikiran, bisa ditebak prinsipnya gitu-gitu aja. Kalau dalam soal cinta, bukan seseorang yang bisa membuat benar-benar penasaran. Dan mungkin orang simple menjadi simple karena nggak suka tantangan rumit, jadi berkembang di lingkungan juga yang mikir gampang-gampang aja.."
P: "Dengan kata lain, elo menggambarkan orang yang mencitrakan diri simple sebagai orang gak cerdas-cerdas banget? Gitu maksud elo hah?!"
Q: "Gak sih, cuman.....bukan seperti sebuah misteri yang perlu dipecahkan. Tapi yah mungkin ini gue sih...karena gua anggap misteri itu indah dan gaya berpikir rumit itu membawa orang untuk bisa berpikir lebih luas. Well...tapi yah untuk menghadapi orang simple kita nggak butuh banyak tenaga, hadapin juga dengan simple. Kalau orang rumit, baru pakai strategi.Well, tapi banyak juga sih hal-hal yang bisa diselesaikan dengan cara-cara simple."
P: "Yang gue tangkap, bagi elo orang simple itu nggak keren?!"
Q: "Bukan, tapi nggak istimewa..well, ya itu tadi, membosankan. Hehehe.."




*bersambung*








































2 comments:

  1. Isi percakapan-percakapannya keren. Dari percakapan nyata semua ya?

    ReplyDelete
  2. Itu opini berbentuk dialog imajiner kaka.. :p

    ReplyDelete